Thursday 25 December 2014

Shock Terapi

Mobil berhenti, yang lain sudah turun, tinggal Umi dan Harish.

Umi : Harish yang ngasihin hadiah ke adik bayi, ya?

Harish : Nggak mau, di mobil aja sama Umi.

Umi : Kalau nggak mau, Harish sendiri tunggu di mobil, Umi mau jenguk adik bayi.

Mulailah Harish menangis, seperti biasanya. Kalau ke tempat Pakde, Harish nggak mau masuk, takut sama Pakde. Biasanya bergantian kami menemaninya, samai urusan selesai.

Kalau begini terus, tentu tidak baik,sepertinya sudah terlalu lama. Hmm, harus mengubah cara nih.

Akhirnya Umi menuntun Harish dengan paksa,mungkin ada yang bilang diseret, tapi nggak juga, soalnya Harish mengikuti langkah Umi, sambil menangis keras. Umi senyum-senyum, melihat Mbak Desi dan Mas Agus bengong menyaksikan atraksi shock terapi sore itu. Dengan paksa Umi mendekatkan Harish ke Pakde yang sedang duduk. Bisa dibayangkan seperti apa menangisnya Harish?

Pakde menyambut Harish, walaupun tidak bisa memangkunya, tapi sudah memeluk. Tentu saja Harish tetap nggondeli Umi.

Abi, Hilmy, Husna, Hafa, bengong melihat adegan dadakan itu. Memang tidak ada rencana sebelumnya, spontan! Tapi Umi sudah memperhitungkan, insyaallah tidak berbahaya. Umi kenal Harish.

Cukup beberapa detik di peluk Pakde dengan tangan tetap Umi pegang, lalu Harish Umi ajak duduk di depan TV, sambil Umi peluk.

Sambil memegang anggota tubuhnya bergantian, Umi terus nyerocos, semoga ada yang didengar Harish walau sambil menangis.

Umi : Ini kakinya masih ada, tangannya masih ada, keala juga, masih utuh. Pakde nggak nyubit, nggak mukul, nggak marah, jadi kenapa takut?

Harish teta menangis, walaupun volumenya berkurang. Tetap minta ke mobil.

Umi : Oke, sekarang masih takut nggak sama Pakde?

Harish menganngguk.

Umi : Kalau masih takut, peluk akde lagi. Kalau sudah nggak takut, kita ke mobil. Sekarang masih takut nggak?

Sambil menangis Harish menggeleng. Akhirnya Umi ajak Harish ke mobil.

Setelah Harish tidak menangis lagi, Umi memegang dada Harish, memeriksa detak jantungnya.

Umi : Deg-degan nggak?

Harish menggeleng.

Umi : Itu tandanya Harish nggak takut.

Selama perjalanan, kami tidak membahas masalah takutnya Harish pada Pakde. Hanya sekali-kali di evaluasi, untuk menghilangkan traumanya.

***

Bangun tidur, Harish ceria, walaupun suaranya agak serak.

Umi : Harish semalam mimpi nggak?

Harish : Nggak.

Harish : Nggak

Umi : Nggak mimpi dipeluk Pakde?

Harish : Nggak.

Alhamdulillah, masih aman. Semoga tak ada trauma yang membekas.

Friday 19 December 2014

Boboboy

Harish mendekat dengan wajah yang distel memohon.

Ehm! Siap-siap deh Umi.

Harish : Umi, Harish boleh ya nonton Boboboy.

Nah! Benar kan? Umi menatap Harish dengan majah memelasnya. Memang melas, sih! Mbak Hafa lagi main, ditunggu nggak pulang-pulang.

Umi : Kan nggak boleh?

Harish : Umii

Waduh! Hampir jebol deh pertahanan Umi.

Umi : Nanti Harish niruin? Trus buat Mbak Hafa nangis?

Harish : Nggak, Umi. Harish janji.

Nada suaranya sedikit berubah, bersemangat memberi harap.

Umi : Janji?

Harih : Janji! Tapi kalau di kasur boleh ya?

Ha ha ha, bisa aja.

***

Beberapa saat film Boboboy selesai, Harish menyerahkan kertas yang ada gambarnya tiga tokoh, pakai pulpen. Umi tau, apa yang digambar Harish.

Umi : Ini siapa?

Harish : Ini Boboboy warna merah, kekuatannya pedang halilintar. Yang ini warna biru, kekuatan topan, angin. Nah ini warna hitam, kekuatan tanah.

Umi : Kok nggak ada warnanya?

Harish : Pewarnanya disimpan Mbak Husna.

Yah, mau gimana lagi. Sulit mengisolasi anak dari perkembangan teknologi yang ada. Hmm, setidaknya ada upaya meminimalisir pengaruh negatifnya.

Thursday 18 December 2014

Nyambi

Harish : Umi, pinjam flash dish yang warna biru.

Umi : Mbak Hafa, mana?

Hrish : Mbak Hafa main, Harish ditinggalin.

Harish membawa flah dish ke kamar tengah, menghidupkan komputer.

Sebentar kemudian Harish menyalakan TV dengan suara yang kuat banget.

Umi : Hariiiiish

Harish : Ya, Mi.

Umi : Kalau nonton TV jangan kuat-kuat suaranya, kalau nggak ditonton matiin aja.

Harish : Harish tonton kok.

Umi : Bukannya nonton di komputer?

Harish : Kalau TV-nya lagi iklan, nonton komputer Umii.

O o, Umi banget! Nggak ada waktu yang terlewatkan. Biasanya kalau tidak menyalakan komputer, saat iklan, Harish melakukan aktivitas lain. Kadang menggambar, menggunting kertas, bongkar pasang mainan atau main traktor kesayangannya. Bahkan makan pun nyambi aktivitas lain, seperti takut kehilangan waktu

Maikel Jeksen

Sehari Hafa dan Harish tidak nonton TV.

Seharian ngbolang, siang nggak makan nasi, tapi bolak-balik makan pisang kepok yang belum digoreng.

Umi : Enak nggak seharian nggak nonton TV.

Hafa : Nggak enak lah, tadi Harish lupa, hampir nyetel TV, tapi terus Hafa ingetin.

Umi : Tapi kalau nonton TV kan males main keluar. Tadi nggak nonton Hafa sama Harish, puas main sumputan, nyari coklat, trus ke mana lagi, Rish?

Harish : Ke sekolahan Mbak Fani

Hafa : Harish tadi nangis, kejedot jendela sekolah.

Umi : Kuat nangisnya?

Harish : nggak lah

Hafa : Nangisnya ditahan, Mi.

Sebentar kemudian keduanya asyik buat video, merekam pake hape jadul Umi. Kok seperti ada yang baru ya?

Umi : Lagi ngapain Harish?

Hafa : Lagi joget maikel jeksen.

Ups! Breakdance?

Bolang

Sehari Hafa dan Harish tidak nonton TV.

Seharian ngbolang, siang nggak makan nasi, tapi bolak-balik makan pisang kepok yang belum digoreng.

Umi : Enak nggak seharian nggak nonton TV.

Hafa : Nggak enak lah, tadi Harish lupa, hampir nyetel TV, tapi terus Hafa ingetin.

Umi : Tapi kalau nonton TV kan males main keluar. Tadi nggak nonton Hafa sama Harish, puas main sumputan, nyari coklat, trus ke mana lagi, Rish?

Harish : Ke sekolahan Mbak Fani

Hafa : Harish tadi nangis, kejedot jendela sekolah.

Umi : Kuat nangisnya?

Harish : nggak lah

Hafa : Nangisnya ditahan, Mi.

Sebentar kemudian keduanya asyik buat video, merekam pake hape jadul Umi. Kok seperti ada yang baru ya?

Umi : Lagi ngapain Harish?

Hafa : Lagi joget maikel jeksen.

Ups! Breakdance?

Mencari Coklat

Harish : Umi, pegang (sambil mendekatkan lehernya. Umi memegang bawah leher)

Umi : Owh! Basah! Keringetan. Dari mana?

Harish : Naik coklat. Harish lewat jembatan yang nggak rapuh.

Umi : Naik coklat?

Harish : Eh, nyari coklat, Mi, bukan naik.

Umi : Owh, asyik dong.

Harish kembali berlari ke depan, menghampiri Hafa dan teman-temannya. Di seberang talut memang ada beberapa pohon coklat dan jambu air yang sedang berbuah. Sampai jam segini Harish belum minta nyetel TV, padahal biasanya bangun tidur minta TV sambil sarapan, nonton Masha. Mungkin dia ingat pernyataan Umi semalam, hari ini nggak boleh nonton TV.

Baguslah

Hukuman

Hafa libur, Umi jadi sering kangen sama Harish.

Kok bisa?

Lha iyalah, kalau ada Hafa kan, Harish main sama Hafa terus, hampir semua urusannya di bantu Hafa. Hanya sekali-dua saja Harish menghampiri Umi, itupun biasanya mengadukan sesuatu.

Baru saja Hafa menangis, sedang tiduran kepalanya ditimpa Harish yang sedang beraksi memperagakan adegan di TV. Hafa berhenti menangis, marah-marah, pasalnya, air mineral yang baru diambilnya dan diletakkan di lantai ditendang Harish, akibatnya gelas plastik yang belum dibuka itu pecah dan airnya menggenang.

Umi : Besok sehari nggak boleh nonton TV.

Harish menyadari kesalahannya, dia menatap Umi, menilai ekspresi Umi.

Harish : Mbak Hafanya yang milih Boboboy.

Lirih dia menjawab, memahami apa alasan Umi memberi keputusan itu. Dia sadar, tingkah lakunya merupakan duplikasi yang ditontonnya.

Umi : Berapa kali hari ini Mbak Hafa nangis?

Hafa tidak menjawab.

Harish : Harish nangis dua kali, yang pertama waktu tangan Harish ketindih pas beranteman sama Mbak Hafa tadi, trus kedua Harish takut sama capung.

Ha ha ha bisa buat Mbak Hafa nangis, tapi takut sama capung.

Thursday 11 December 2014

Celana

Harish : Umi, ini celana siapa?

Umi : Seragam kepanduan Mbak Hafa waktu kelas satu. Cobain aja, Rish. Kalau udah cukup, untuk Harish aja, lumayan untuk celana main.

Harish : Boleh, Mi sama Mbak Hafa?

Umi : Boleh, kan nggak cukup lagi sama Mbak Hafa.

Harish mencoba memakai celana itu.

Harish : Umi, cukup. Panjangnya pas.

Umi : Subhanallah, artinya Harish sekarang besarnya seperti waktu Mbak Hafa kelas satu dong? Wah, harusnya sudah sekolah, ya?

Harish : Harish nggak mau sekolah, titik!

Lho?

Baca Surat

Harish merajalela.

Mbaknya lagi sibuk belajar, sedang ujian semester.

Main sama Umi nggak seru! Akhirnya? TV, komputer, laptop, hape.

Harish : Umi, pinjam hape

Umi : Kan sudah tadi.

Harish : Harish mau ngapain? Nonton TV hari gini nggak boleh, laptop di pake Umi, nonton kaset di komputer sudah, apalagi dong?

Umi : Kan bisa main mobilan, traktor, mewarnai, gunting kertas, mbungkus kado.

Harish : sudah semua, Umi.

Apalagi? Ngaji, sudah, walaupun sedikit.

Harish : Umi....

Umi : Boleh main hape, tapi baca surat dulu ya?

Harish : Surat apa?

Umi : Qulhu

Harish langsung membacakan surat Al Ikhlas, walaupun masih ada beberapa makhroj yang harus dibenarkan.

Umi : Satu lagi, An Naas

Ha ha ha lumayan, murojaah dua surat. Harish belum bisa diajak konsisten sih, jadi ya harus dicari peluang-peluangnya.

Tanggung Jawab

Sedang asyik ngobrol dengan Hafa di kamar belakang, tiba-tiba Harish muncul dengan mengendarai truknya, dan berkata dengan garang.

Harish : Mbak Hafa ini nggak bertanggung jawab!

:o

Umi : kenapa, Fa?

Hafa : Nggak tau, tadi kan dia ngajak Hafa main, Hafanya nggak mau.

Umi : Kenapa Rish, Mbak Hafanya?

Harish cemberut, tak menjawab.

***

Harish : Mbak Hafa, tolong bukaiin susu kaleng.

Dengan sedikit kesal, Hafa meninggalkan buku yang sedang dibacanya, lalu membuka kaleng susu dengan pisau.

Hafa : Nih, buat susu sendiri, yang mandiri, jangan semua-semua Mbak Hafa.

***

Bertanggung jawab, mandiri, disiplin, jangan lalai, . . .itu kata-kata yang sering mereka dengar dari lisan Umi, tapi terasa gimanaaaa gitu kalau lisan polos mereka yang mengatakan :D

Putih UB

Terdengar Harish menangis lumayan keras. Dua hari ini memang agak cengieng ngieng. Masalah sedikit bisa membuatnya menagis, maklumlah, masih menyimpan sariawan.

Umi : Kenapa lagi, Rish?

Harish : Sakiiit...sakiiit.

Umi : Apanya? Sini Umi liat.

Harish menunjukkan ujung jari telunjuknya. Memang agak kemerahan, tapi tidak nampak luka.

Umi : Ini kena apa?

Harish : Kena itu, waktu ngupas itu.

Harish memang membantu Hafa mengupas bawang putih yang mau dihaluskan.

Umi : Eh, nanti yang mblender bawang siapa?

Harish : Harish aja, Mi.

Seketika tangisnya berhenti.

Umi : Tapi yang masang blender dan nyolokin, Mbak Hafa ya?

Harish : Kenapa, Mi? Kan Harish bisa?

Umi : Sekarang Mbak Hafa dulu, kapan-kapan kalau sudah besar, Harish boleh yang masang.

Harish : Mblendernya sampai warna apa, Mi?

Ha ha ha, rupanya dia ingat mixer adonan bolu, kata Umi sampai warnanya putih.

Umi : warna putih, itu kan bawang putih.

Harish : Nggak puth kok, Mi, agak kuning.

Umi : Itu namanya putih UB

Peci

Harish : Umi, mau makan nasi. Ada lauk apa, Mi? (dari depan TV)

Umi : Tempe

Harish : Nggak mau lah, tempe.

Umi : Telur, mau?

Harish : Iya, telur orak-arik sama kecap.

Umi membuat telur orak-arik pesanan Harish, dia menyusul ke dapur.

Harish : Umi di film Boboboy itu ada kekuatan naga lho.

Umi : Kan nggak boleh nonton Boboboy?

Harish : cuma iklan lho, Mi.

Iklan

Harish : Umi, mau makan nasi. Ada lauk apa, Mi? (dari depan TV)

Umi : Tempe

Harish : Nggak mau lah, tempe.

Umi : Telur, mau?

Harish : Iya, telur orak-arik sama kecap.

Umi membuat telur orak-arik pesanan Harish, dia menyusul ke dapur.

Harish : Umi di film Boboboy itu ada kekuatan naga lho.

Umi : Kan nggak boleh nonton Boboboy?

Harish : cuma iklan lho, Mi.

Capung dan Laron

Harish : Umi, capung sama apa, Mi yang tadi malam?

Umi : Laron

Harish : Iya, capung sama laron itu dari mana?

Umi : Iya ya, dari mana ya?

Harish : Dari situ (menunjuk ke atas)

Umi : Dari lampu?

Harish : Bukan, dari tempat tikus.

Umi : Oo, dari plafon? Sepertinya bukan deh, Rish.

Seketika Harish berlari keluar kamar. Ternyata menemui Abi. :D

Harish : Abi, capung sama laron itu dari mana?

Abi : Laron berasal dari rayap yang hidupnya di dalam tanah.

Harish : Kalau capung?

Abi : Nah, belum tau Abi.

Umi : Bi, kalau sudah jadi laron kan terus mati ya? Trus yang nelur siapa?

Abi : Kalau kita bongkar rumahnya kan banyak telurnya, sepertinya ada semacam
kerajaan, ada ratu ang tugasnya bertelur...

Umi : Seperti lebah, ya?

Abi : ya, sepertinya begitu.

Umi : Kalau capung?

Abi : Mungkin dari kepompong.

Waah, PR nih untuk Umi :D, barangkali nanti ada yang nanya lagi :v

Belajar teruuuus!

Foto Copy

Harish : Umi, minta plastik

Umi : Untuk apa?

Harish : Untuk fotokopi

Umi memperhatikan apa yang sedang dilakukan Harish. Tadi baru saja dia menunjukkan gambar layang-layang buatannya. Sekarang terlihat tiga gambar yang mirip. Satu diselipkan di antara dua bantal yang ditumpuk. Kemudian bantal yang atas diangkat seperti membuka tutup mesin foto copy. Kemudian memasukkan kertas bergambar itu ke dalam plastik, kemudian diselotip.

Harish : Ini, Mi.

Harish menyerahkan plastik itu.
Hmm, permainan peran yang mendekati sempurna untuk anak seusianya.

Jarang Berjalan

Hmmm, serius nih sepertinya. Tangisnya melengking. Belum sempat mi bangkit, Harish sudah muncul dan menusupkan kepalanya kepangkuan sambil menangis kencang.

Umi : Coba Umi liat!

Masyaallah! Jidatnya benjol sebesar telur puyuh, terlihat lebam dipuncaknya.

Umi : Hus, tolong ambilin es batu, sedikit aja.

Harish : Nngak mau...nggak mau.

Umi : Nngak sakit, biar Allah cepat nyembuhin.

Sambil menangis Harish mau juga dikompres es yang dibungkus kain.

Umi : Hafa, tolong ambilin minyak herbal!

Beberapa menit Harish menangis, belum berhenti juga.

Umi : Hafa, tolong buatin susu.

Yaaa, Umi minta tolong terus. He he he, kalau sedang seperti ini, tugas Umi hanya membelai-belai Harish. Setelah minum susu, tangisnya reda.

Umi : Bobok siang dulu yok?

Harish menggeleng, melanjutkan mainnya. Yaaa, sekali-sekali meringis :D

***

Sore harinya.

Nangis lagi, lari-lari kesandung mainannya, sekarang yang sakitnya di dengkul dan punggung telapak kaki.

Yang benjol tadi siang terjerembab dan jidat terantuk lantai, Alhamdulillah sekarang sudah agak kempis, ck ck ck


Benjol

Harish : Umi, kenapa sih kalau kejedot, terus benjol?

Umi : itu karena ada pembuluh darah yang pecah dan masuk ke jaringan.
( Walaaah, ngerti nggak ya, Harish?)

Harish : Benjolannya dari mana, Mi?

Umi : Emmm, dari dalam.

Harish : Nggak darahan, ya Mi?

Umi : Kalau kulitnya nggak ada yang luka, darahnya nggak keluar. Tapi keliatan kok ada warna merah tuanya, nih ( menunjukkan puncak benjolan).

Belanja

Harish : Mi, dua ini berapaan? (menunjuk dua mainannya yang ada di atas meja)

Umi belum menyadari maksudnya. Setelah diperhatikan, ternyata Harish memegang dompet.

Umi : lima ribu.

Harish mengeluarkan selembar uang mainannya. Ternyata benar, uang lima ribuan.

Harish : Kalau ini, berapa? (menunjuk peluit)

Umi : Seribu

Harish mengeluar uang mainan dan diserahkan ke Umi.

Umi : Ini angka nolnya ada berapa?

Uang itu diambil, kemudian diperhatikan.

Harish : Empat

Umi : Ini uang sepuluh ribuan, kalau seribuan nolnya ada tiga.

Sambil bermain belanja-belanjaan, Harish menambah pengetahuannya tentang fungsi uang, mengenal angka, pengurangan dan sebagainya. Umi pun bisa sambil menulis :D

Pojok Ketemu Pojok

Umi : Beresin tempat tidur, yok?

Harish : Mbak Hafa rapiin spray yang pojok sana, Harish pojok sini udah selesai

Hafa : Mbah Hafa melipat selimut yang ini.

Harish : Harish yang mana?

Umi : Yang pink, agak kecil.

Harish menggelar selimut itu, dan melipat menurut seleranya.

Harish : Udah, Mi.

Umi : Aha ha itu bukan lipat Rish, tapi digulung. Liat Umi melipat selimut yang besar ini, pojok ketemu pojok, pojok ketemu pojok.

Umi menjelaskan sambil memperagakan, kunci melipat selimut itu, pojok ketemu pojok, sampai sesuai ukuran lipatan yang diinginkan.

Umi : Yok, Umi bantu pegang pojok yang satu, Harish pojok yang lain, trus kita temukan.

Harish : Berhasil! Yes! Mi, satung bantalnya diganti ya?

Umi : Boleh, ambil sarung bantalnya di lemari.

Harish mengambil sarung bantal dua lembar.

Harish : Ini punya Mbak Hafa, yang biru punya Harish.

Harish dan Hafa mengganti sarung bantalnya masing-masing.

Layangan

Harish : Umi, layangan buatnya dari apa?

Umi : Bambu, kertas, lem, benang

Harish : Umi bisa buat layangan?

Umi : Emm, pinteran Abi kalo buat layangan.

Harish : Tapi Abinya pergi.

Umi : Sambil nunggu, Harish menggambar layangan dulu, ya?

Selama nunggu Abi, benar-benar menyebalkan, he he he, bolak-balik tanya, kapan Abi pulang.

Umi : Harish ambil bambu dulu, di teras ada potongan bambu bekas. Trus siapin benang dan lemnya, nanti nunggu Mbak Hafa pulang, terus beli kertas minyak.

Hmm, semangat sekali dia. Tapi, setelah terkumpul bahan-bahannya, sedang Abi dan Mbak Hafa nggak nongol-nongol juga, nyebelin lagi deh. Umi harus memberikan beberapa alternatif kegiatan, sambil nunggu Abi. Biasa, kalau sudah ada keinginan yang menggebu, kreativitas menciptakan aktivitas lain jadi berkurang.

Yang ditunggu-tunggu datang, Harish masih harus bersabar menunggu, Abi makan dan istirahat sebentar.

Saat yang ditunggu datang, Abi membimbing hafa sekaligus membuatkan Harish layangan. Jadi ingat lagu saat anak-anak.

Ku ambil buluh sebatang - Ku potong sama panjang - Ku raut dan kutimbang dengan benang - Kujadikan layang-layang.

Jadi deh, aha ha layangan buatan Mbak Hafa miring, kanan-kiri nggak seimbang.

Abi : Kalau nggak seimbang, dia nggak bisa terbang. Seperti burung, sayap kiri dan kanannya seimbang, makanya bisa terbang tinggi.