Friday 30 October 2015

Senyum Di Pagi Hari

Wajah Di Pagi Hari

Ada aktivitas baru sejak Harish sekolah. Hampir setiap pagi, sambil mengantar Harish, kujumpai wajah-wajah dengan berbagai ekspresinya.

Tapi yang paling mengusik adalah saat memperhatikan wajah yang tanpa senyum, sepertinya otomatis terbaca beberapa kemungkinan bagaimana suasana hatinya. Ada yang menampakkan aura amarah, ada yang terlihat begitu berat beban yang ditanggungnya, sekali waktu terduga rasa kecewa yang sedang menggelayuti fikirannya.

Hai hai, seperti itukah orang lain memandangku?

Ha ha, entah benar atau salah ramalanku. Entah seprti itu atau tidak cara orang lain memandangku, tappi aku merasakan efek positifnya. Bukankah kita harus selalu menciptakan efek positif dari apa yang kita amati?

Apa itu?

Refleks aku tersenyum!

Pura-pura? Dipaksakan?

Tidak! Itu sebuah upaya penuh kesadaran yang terus menerus dan akhirnya berubah menjadi refleks.

Senyum tulus itu ketika suasana hati gembira dan bahagia, tapi kita bisa coba membaliknya.

Tersenyumlah! Semoga iti akan membuat hati gembira dan bahagia.

Hayooo, mana senyummu? ☺☺☺☺

Melatih Adab n Memfasilitasi

Harish : Umi...(sambil matanya memandang ke salah satu peserta pengajian yang duduk paling pinggir)

Umi : Maaf Bu, duduknya agak maju sedikit, Harish mau lewat.

Kadang orang dewasa kurang memfasilitasi saat menghendaki perubahan sikap pada anak. Saat pengajian sering kita perhatikan anak-anak lalu lalang di tengah lingkaran peserta pengajian, bahkan melangkahi hidangan.

Mungkin sebagian kita menganggapnya wajar, namanya anak-anak, belum tahu adab, sopan santun.
Tapi, anak tidak akan tahu dengan sendirinya, justru saat kejadian perlu diarahkan.

Dan hendaknya ada kerjasama antar orang tua, jangan sampai satu melarang, yang lain membiarkan bahkan mempersilkan.

Contoh kejadian di atas, Harish sedang melaksanakan ajaran Umi, adab melewati jamaah. Jangan lewat di depan Ibu-ibu, jangan berdiri di kursi saat ada yang pengajian.

Nah, sebaiknya fasilitasi, beri jalan untuk keluar masuk, duduknya jangan mepet tembok. Siapa yang melihat pelanggaran, segera ingatkan dengan cara yang baik. Berlakukan untuk semua anak yang hadir.

Wednesday 7 October 2015

Salah Fokus

Harish : Ha ha ha,  Umi, ini foto apa?

Umi : Yang mana?

Harish : Yang ini, ha ha ha.

Umi : Masyaallah, ha ha ha, itu tadi Umi mau moto gunung yang di pinggir jalan ke rumah Mas Hilmy, Umi lagi dibonceng Abi, siang-siang kan silau, jadi nggak jelas ada gambar apa di layar. Umi kira-kira aja fokusnya, trus cekrek-cekrek, ha ha ha, nggak taunya kamera lagi di posisi selfie.

Padi Gabug

Harish : Mi, kok padinya ada yang ditinggalin sama petaninya?

Umi : Itu gabug, kosong, nggak ada isinya.

Harish : Lha berasnya kemana?

Umi : Kata Abi, waktu padinya masih muda dimakan burung, tinggal kulitnya.

Harish : Kok Abi tau?

Umi : Abi kan anak petani 😃

Pakan Ternak

Harish : Umi, pak tani itu bawa apa?

Umi : Rumput dan daun-daunan.

Harish : Unyuk apa, Mi?

Umi : Untuk makanan ternak, sapi, kerbau, kambing.

Hafa: Kalau batang padi, uhtuk apa? Tadi ada juga yang bawa dengan katung.

Umi : Untuk pakn ternak juga.

Hafa : Kan sudah banyak yang kering, apa mau ternaknya?

Umi : Bahkan bagus untuk simpenan, waktu diberikan ke ternak, dicampur bahan lain, misalnya dedak.

Harish : Dedak apa, Mi?

Umi : Kulit padi yang digiling halus, hasil sampingan saat menggiling padi jadi beras.

Monday 5 October 2015

Belajar Masak

Harish : Umi, airnya sudah mendidih.

Umi : Ya, tolong matiin kompor, makasih.

Harish : Umi mau masak apa?

Umi : Nggoreng pisang.

Harish : Kapan sih, Harish diajrin masak?

Umi : Kan sudah sering, buktinya Harish sudah bisa nyalain ko,por, matiin, sudah tahu air mendidih.

Harish : Maksudnya masak kayak Umi sama mbak-mbak.

Umi : Nanti kalau Harish sudah lebih tinggi, soalnya tempat kompornya tinggi.

Harish : Kan bisa berdir di kursi?

Umi : Bahaya.

Harish : Kok pisangnya nggak dipotong tiga?

Umi : Lha, ini dipotong tiga?

Harish : Maksudnya yang dibuat seperti kipas.

Umi : Ini pisangnya belum terlalu masak, dibelah tiga biar nggak terlalu tebal, trus masaknya pake api kecil, biar mateng sampe dalam.

Sunat

Harish : Umi, sunat itu untuk apa, sih?

Umi : Laki -laki muslim itu memang harusnya sunat.

Harish : Ya untuk apa?

Umi : Supaya bersih dari najis, kan kalau sholat kita harus suci dari najis? Kalau nggak sunat, susah bersih dari pipis, pipis kan najis?

Harish : Mbak Hafa katanya sudah sunat waktu bayi, gimana nyunatnya? Kan Mbak Hafa perempuan, beda?

Umi : Beda caranya.

Harish : Dipotong juga?

Umi : Harish, sunat itu nggak dipotong. Kalau laki-laki, hanya diambil kulit ujungnya, kalau perempuan hanya dilukai sedikit.

Harish : Kalau sudah sunat, pipisnya boleh nggak buka celana, ya?

Umi : Kok nggak buka celana, kena pipis dong celananya? Ngompol, gitu?

Harish : Maksudnya celananya nggak dilepas, cuma dibuka dikit, trus *****nya dikeluarin.

Umi : Oo, kalau gitu sih, belum sunat juga bisa, asal celananya nggak kena. Eh, pipisnya sambil duduk apa berdiri?

Harish : Berdiri.

Umi : Sebaiknya duduk jongkok, terus istinja/cebok.

Harish : Umi, Harish pernah pipis sambil berdiri trus nggak cebok, waktu itu main sama Mbak Hafa ke kebon jauh, kata Mbak Hafa suruh kayak gitu, kan jauh dari rumah, keburu kebelet.

Umi : Lain kali, jongkok ya, trus sampe rumah langsung cebok, ganti celana. Celananya jangan dicampur cucian lain, kasih tau Umi.